Wejangan Mbah Umar Al Hafidz (Solo) Sang Wali Autad - Galeri Ulama Salaf

Wejangan Mbah Umar Al Hafidz (Solo) Sang Wali Autad

Ada beberapa ulama yang menjadi paku bumi tanah Jawa, mereka adalah KH. Arwani Amin Kudus, KH. Abdul Hamid Pasuruan, Habib Anis bin Alwi al-Habsyi Solo dan KH. Ahmad Umar Abdul Manan Mangkuyudan," tutur KH. Ma'shum Ahmad Lasem suatu ketika.

https://galeriulamasalaf.blogspot.com
Foto langka: KH. Ahmad Umar Abdul Manan Mangkuyudan Solo, Gus Miek Ploso Kediri, dan KH. Ahmad Shiddiq Jember.

Juga KH. Mubassyir Mundzir Bandar Kidul Kediri pernah menyatakan bahwa Mbah Umar yang seumur hidupnya selalu menjaga wudhu dan shalat berjamaah itu adalah salah seorang wali autad, yaitu tingkatan wali yang setiap masa anggotanya hanya empat orang.

Mbah Umar bernama lengkap KH. Ahmad Umar Abdul Manan, lahir pada 5 Agustus 1916 M. Merupakan salah seorang tokoh ulama kharismatik dari Solo yang termasyhur sebagai seorang kiai penghafal al-Quran yang diberi keistimewaan mengetahui banyak tentang rahasia kandungan al-Quran.
Baca juga :Kyai Soleh Banjarmelati (Kediri)
Riwayat nyantri Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad tersebut diantaranya di Pesantren Termas Pacitan, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Popongan Klaten dan Pesantren Krapyak Yogya. Di pesantren yang terakhir inilah Mbah Umar mendapatkan silsilah qiraah sab'ah yang bersambung dari KHR. Muhammad Munawwir hingga ke Rasulullah Saw. Oleh sebab itu sebutan pesantren al-Quran juga melekat kuat pada Pesantren Al-Muayyad hingga sekarang.

Pada jamannya, Mbah Umar menjadi rujukan utama bagi santri-santri yang ingin mengaji al-Quran, baik Bin Nadzar maupun Bil Ghaib. Meski demikian, tidak semua santri mendapatkan ijazah dan sanad langsung dari Mbah Umar. Sebab Mbah Umar terbilang sangat hati-hati dalam memberikan ijazah. Meski santri tahfidzul Qur'annya ribuan, namun tidak banyak santri yang telah mendapatkan ijazah sanad al-Quran dari beliau. Hal ini disebabkan persyaratan ketat yang diterapkan Mbah Umar meliputi akhlak, ketekunan dalam beribadah serta kesungguhan dalam menuntut ilmu.

Di tengah kesibukannya mengajar, Mbah Umar ikut memperhatikan keberlangsungan jam'iyyah Nahdlatul Ulama, khususnya di wilayah Solo Raya. Di masa kepemimpinannya, Al-Muayyad bergabung menjadi anggota Rabithah Al-Ma'ahid Al-Islamiyyah Nahdlatul Ulama dengan nomor anggota: 343/B tgl: 21 Dzulqa'dah 1398H/23 Oktober 1979 M di bawah pimpinan KH. Ahmad Syaikhu.

Meskipun Mbah Umar tidak pernah mengemban amanah di kepengurusan NU secara struktural, namun dukungannya kepada NU begitu besar. Alkisah, ketika NU memutuskan keluar dari Masyumi, setelah isitikharah Mbah Umar langsung mengganti plang Masyumi yang tadinya dipasang di sekitar kompleks pondok dengan plang NU.

Demikian pula ketika terjadi kemelut pada NU yang berujung pada terbelahnya NU menjadi dua kubu; Kubu Situbondo dan Kubu Cipete. Ketika KH. Dian Nafi' bertanya perihal kejadian itu kepada Mbah Umar, beliau kemudian menjawab pertanyaan itu, "Orang itu pangkatnya lain-lain. Ada yang pangkatnya memikirkan NU, ada yang pangkatnya mengurusi NU. Lha kita ini baru sampai pangkat mengamalkan NU. Ya sudah, bagian kita ini saja kita laksanakan. Mengajar santri, ngopeni orang kampung. Jangan sampai terlalu banyak orang memikirkan dan ngurusi NU tapi langka yang mengamalkannya."

KH. Ahmad Umar Abdul Manan wafat pada tanggal 11 Ramadhan 1400 H/24 Juni 1980 M, meninggalkan seorang istri, Ibu Nyai Hj. Shofiyyah Umar alias Mbah Ti. Atas permintaan dua sahabatnya, KH. Abdul Ghoni Ahmad Sajadi dan H. Wongso Bandi, jenazah sang wali autad ini dimakamkan di belakang Masjid Al-Muayyad di tengah kompleks pesantren yang didirikannya.

Diceritakan bahwa dua bulan sebelum kewafatan Mbah Umar, kedua orang yang dekat dengan beliau itu sempat berbincang bahwa biasanya pesantren akan pudar pamornya bila kiainya wafat tanpa meninggalkan anak. Untuk mengatasi hal ini berdasarkan petunjuk kiai sepuh, hendaknya jasad Mbah Umar dimakamkan di kompleks pesantren. Diibaratkan, liang lahat sang kiai akan menjadi "bintang" yang selalu memancarkan cahayanya hingga tidak memudarkan pamor pesantren yang ditinggalnya.
Baca juga :Karomah Habib Anis Al Habsy (Solo)
Berikut adalah dawuh Mbah Umar yang ada di pintu makam beliau: "Wasiate Kyai Umar maring kita. Mumpung sela ana dunya dha mempengo. Mempeng ngaji ilmu nafi' sangu mati. Aja isin aja rikuh kudu ngaji" (Pesan Kiai Umar kepada kita, mumpung masih hidup mari membiasakan diri mengaji ilmu yang bermartabat untuk bekal mati. Jangan malu dan sungkan untuk mengaji).

Jangan lupa bagikan artikel ini ya!

Berikan pendapatmu tentang artikel ini

Notification
Ini adalah popup notifikasi.
Done